Selasa, 01 November 2011

tugas uts

tugas etika bisnis revisi

Tinjauan Atas Pengaturan-Pengaturan Pembatasan Ekspor Secara Sukarela Di Sejumlah Negara Maju


Upaya Washington Untuk Membatasi Arus Ekspor Mobil Jepang Ke Amerika Serikat
Lonjakan tajam harga minyak dan krisis bahan bakar di Amerika pada tahun 1979 mebuat selera pasar bergeser ke mobil berukuran kecil. Jepang sebagai produsen mobil berukuran kecil pun mulai mengekspor produknya ke Amerika. Hal ini menyebabkan tingkat produksi otomotif di Amerika menurun. Untuk melindungi industri domestiknya, Amerika mengadakan perjanjian pembatasan impor dengan Jepang pada tahun 1981. Sebagai tindak lanjut perjanjian ini, produsen mobil Amerika Serikat berusaha meningkatkan efisiensi dan memperbaiki kualitasnya, walaupun dengan begitu harga satuan produknya menjadi relatih lebih tinggi. Perusahaan-perusahaan Jepang sendiri membiarkan diri dipaksa secara tidak lansung untuk menjual hasil produksinya dengan harga yang lebih mahal, sehingga mereka dapat menikmati margin laba yang lebih besar dari setiap unit mobil yang dijualnya pada konsumen Amerika.
Hal tersebut tentu saja merugikan konsumen Amerika yang terpaksa mebayar lebih mahal untuk mendapatkan satu unit mobil. Akhirnya sejak tahun 1985, Amerika tidak lagi menuntut pembatasan ekspor otomotif dari Jepang, namun Jepang secara sepihak membatasi ekspor mobilnya secara sengaja. Pada tahun 1990-an, perusahaan-perusahaan mobil Jepang melakukan investasi besar-besaran di Amerika dengan membangun pabrik-pabrik perakitan di Amerika. Tanpa memacu ekspornya, Jepang telah dapat menjual begitu banyak mobil di Amerika Serikat melalui pabrik-pabrik yang terdapat di negara itu. Dengan demikian, melalui investasi langsung, perusahaan-perusahaan Jepang mampu mengatasi ancaman hambatan perdagangan dan kontroversi di masa mendatang. Penelusuran dampak-dampak dari pengendalian ekspor secara sukarela ini cukup rumit karena adanya beberapa faktor yang berpengaruh. Pertama, mobil-mobil Jepang dan Amerika bukan merupakan subtitusi sempurna.Kedua, sampai tingkat tertentu industri Jepang memberikan reaksi atas pembatasan ini dengan meningkatkan kualitas dan menjual mobil-mobil yang lebih mahal dengan memberikan aksesori tambahan.Ketiga, industry mobil bukan merupakan pasar persaingan sempurna.

pembahasan
Dari paparan diatas dalam perdagangan internasional khususnya ekport import di butuhkannya etika bisnis juga di tengah persaingan yang ada,walaupun persaingan tersebut bersifat kompetitif yang artinya membutuhkan usaha juga untuk bersaing secara sehat dalam mengembangkan bisnis maupun produk-produk yang di jual ke suatu Negara tentunya banyak nya kuota yang ada mau jenis barang yang beredar paling tidak harus di sesuai dengan tingkat konsumsi suatu Negara tersebut. Ada pun dasar dari kebijakan yang diambil antara lain :
Amerika Serikat
Berbagai nama telah diberikan terhadap aturan hukum yang menjadi dasar terselenggaranya persaingan usaha yang sehat. Pada tahun 1980, atas inisiatif senator John Sherman dari partai Republik, Kongres Amerika Sertikat mengesahkan undang-undang dengan judul “Act to Protect Trade and Commerce Againts Unlawful Restraints and Monopolies”, yang lebih dikenal dengan
Sherman Act disesuaikan dengan nama penggagasnya. Akan tetapi, dikemudian hari muncul serangkaian aturan perundang-undangan sebagai perubahan atau tambahan untuk memperkuat aturan hukum sebelumnya. Kelompok aturan perundang-undangan tersebut diberi nama “Antitrust Law”, karena pada awalnya aturan hukum tersebut ditujukan untuk mencegah pengelompokan kekuatan industri-industri yang membentuk “trust” (sejenis kartel atau penggabungan?) untuk memonopoli komoditi-komoditi strategis dan menyingkirkan para pesaing lain yang tidak tergabung dalam trust  tersebut. Antitrust Law terbukti dapat mencegah pemusatan kekuatan ekonomi pada sekelompok perusahaan sehingga perekonomian lebih tersebar, membuka kesempatan usaha bagi para pendatang baru, serta memberikan perlindungan hukum bagi terselenggaranya proses persaingan yang berorientasi pada mekanisme pasar. .  Jepang
Pada tanggal 14 April 1947, Majelis Nasional (Diet) Jepang mengesahkan undang-undang yang diberi nama “Act Concerning Prohibition of Private Monopoly and Maintenance of Fair Trade” (Act No. 54 of 14 April 1947). Nama lengkap aslinya adalah Shiteki Dokusen no Kinshi  Oyobi Kosei Torihiki no Kakuho ni Kansuru Horitsu, namun nama yang panjang disingkat menjadi  Dokusen Kinshi Ho. Dengan berlakunya undang-undang tersebut, beberapa raksasa industri di
Jepang terpaksa direstrukturisasi dengan memecah diri menjadi perusahaan yang lebih kecil. Raksasa industri seperti Mitsubishi Heavy Industry dipecah menjadi tiga perusahaan, sedangkan The Japan Steel Corp dipecah menjadi dua industri yang terpisah. Meskipun dalam era pemberlakuan Dokusen Kinshi Ho, sempat terjadi gelombang merger (penggabungan), namun Industrial Structure Council, sebuah lembaga riset industri dibawah Kementerian Perdagangan dan Industri (MITI) secara berkala menerbitkan laporan-laporan praktik dagang yang tidak adil dan bersifat anti-persaingan, baik yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan Jepang maupun oleh partner dagangnya di luar negeri.( http://www.kppu.go.id/docs/buku/buku_ajar.pdf)
Perdagangan amerika jepang di mulai sejak GATT dimulai, GATT (General Agrement on Traffis and Trade) atau perjanjian umum tentang tariff-tarif perdagangan didirikan 1948 di genewa Swiss awalnya hanya diikuti oleh 23 negara. Kesepakatan GATT antara lain :
1.      Prinsip resiprositas, yaitu perlakuan yang di berikan suatu Negara kepada Negara lain sebagai mitra dagangnya harus juga di berikan juga mitra dagang Negara tersebut.
2.      Prinsip most favored nation yaitu Negara anggota GATT tidak di perbolehkan memberikan keistimewaan yang menguntungkan hanya pada satu atau kelompok Negara tertentu
3.      Prinsip transparansi yaitu perlakuan kebijakan yang dilakukan yang dilakukan suatu Negara harus diketahui oleh Negara lain

Dengan demikian etika binis beperan didalam nya untuk mengatur tindakan tindakan maupun kebijakan- kebijakan yang diambil oleh suatu Negara terhadap Negara lain, dlam hal ini berarti tiap Negara punya suatu kesadaran untuk tidak menjatuh kan Negara lain tetapi bersama mengembangakan bisnis untuk kesejahterahan bersama,dalam teori etika kita mengenal dalam etika deontology dalam kasus ini adalah sebuah kewajiban bagi suatu Negara yang sudah maju untuk menerima barang dari Negara yang lain yang tentunya hal ini sudah disepakati pada organisasi perdagangan yang melibat kedua Negara tersebut jepang dan amerika. Pada dasar nya etika deontology “ tindakan itu bernilai moral karena tindakan itu berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan dan akibat dari tindakan tersebut”. Menekan pada motivasi dan kemauan baik dari pelaku bisnis. Hal ini dapat dilihat dari eksport mobil jepang ke amerika yang merupakan “kewajiban” yang telah diatur untuk dapat menjual barangnya ke Negara lain hal ini amerika, kemudian efek yang timbul adalah menurunkan produksi mobil di Negara amerika sendiri.
Disini dapat kita lihat etika bisnis juga terjadi saat berada di perdagangan internasional yaitu saat perjanjian pembatasan eksport jepang ke amerika, jepang dengan sengaja menurunkan kuota eksport nya dan bersedia menaikan harga jualnya di amerika disini etika teleology dapat kita lihat teori ini memaparkan “ mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang hendak di capai atau berdasar pada akibat tindakan yang timbul” jadi dalam perdagangan internasional pun etika bisnis juga menganbil peranan dalam penentuan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh suatu Negara.kebebasan Negara diatur dalam tangung jawab dan di batasi oleh kebebasan Negara lain.
           



Tidak ada komentar:

Posting Komentar